Selasa, 29 Agustus 2017

KHASIAT JERUK NIPIS SECARA METAFISIK

Jeruk nipis dalam bahasa latin disebut dengan citrus aurantifolia. Jeruk nipis mengandung minyak terbang limonene dan linalool, juga flavonoid, seperti poncirin, hesperidine, rhoifolin dan naringin. Kandungan buahnya yang masak adalah synephrine dan N-methyltyramine, selain asam sitrat, kalsium, fosfor, besi dan vitamin A, B1, dan C. Sungguh khasiat jeruk nipis bagi kesehatan dan penyembuhan penyakit sangat luar biasa baik jika diminum maupun jika dibalurkan diseluruh bagian kulit ditubuh kita.

Jeruk nipis mengandung zat yang dapat membersihkan toksin dan bakteri dalam tubuh, jika dihubungkan dengan gangguan jin dan pengaruh sihir, jin atau buhul - buhul sihir ketika masuk dalam tubuh manusia merubah bentuk jismnya (jasmaninya) menjadi sangat kecil ketika masuk dan berjalan melalui peredaran tubuh manusia, ketika berjalan melalui peredaran darah jism (jasmani) dari jin ini tiada bedanya dengan toksin dan bakteri yang juga dapat berjalan dialiran darah . Zat yang terkandung dalam sari jeruk nipis ini jika ditambahkan dengan “barokah” ayat-ayat Al Qu'an dan do'a tertentu dapat menggempur, mengeluarkan jism (jasmani) jin dan buhul - buhul sihir yang ada dalam tubuh jika diminumkan.

Selain itu zat yang terkandung dalam jeruk nipis jika dibalurkan dikulit seluruh bagian tubuh juga khasiatnya sangat besar, zat pada jeruk nipis bisa mempercantik kulit, memutihkan kulit wajah secara alami, menghaluskan wajah, dan merapatkan pori-pori kulit.mengatasi jerawat dan berbagai macam khasiat lainnya. Jika dihubungkan dengan penyembuhan sihir, khasiat jeruk nipis bisa menyembuhkan berbagai penyakit sihir yang berhubungan dengan kulit manusia.

Sebagaimana harus diketahui Tukang sihir ketika menggunakan ilmunya untuk menyakiti manusia menggunakan sarana-sarana ramuan alamiah juga yang biasanya berupa racun alami yang racun itu dibawa oleh jin untuk sarana sihir, maka dengan mandi air ruqyah yang sudah dicampur dengan sari jeruk nipis akan sangat membantu penyembuhan penyakit akibat sihir pada kulit manusia. Selain itu dengan mandi air jeruk nipis juga bisa menghilangkan susuk, membersihkan tubuh dari sisa-sisa ilmu sihir "hitam" yang pernah dipelajari.


Berikut ini kami bahas bagaimana tatacara membuat ramuan khusus sebagaimana uraian diatas.

Bahan-bahan:
7 - 9 buah jeruk nipis atau sesuai kebutuhan.
1.5 liter air mineral  yang telah dibacakan ayat dan doa.


UNTUK DIMINUM
  1. jeruk nipis dipotong dan dibuang bijinya. dan kemudian jeruk nipis (tanpa biji) diblender. kulitnya juga ikut diblender.
  2. Jeruk nipis yang telah diblender dperas bagi mendapatkan airnya.
  3. Air perasan jeruk purut + air mineral (ruqyah) dibotolkan.
  4. Kemudian air tersebut diminum 2x sehari setiap pagi dan sore, awali dengan membaca basmalah dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW


UNTUK MANDI
  1. Cara membuat seperti diatas. 
  2. Ambil setengah gelas kecil (+/- 100 ml) ekstrak jeruk nipis kemudian dicampurkan dengan air satu ember.
  3. Jadikan air tersebut untuk guyuran pertama.
  4. Pakai setiap mandi pagi dan sore hari selama 7 hari berturut - turut

 UNTUK DISIRAMKAN DI RUMAH/TOKO/TEMPAT USAHA
  1. Cara membuat seperti diatas.
  2. Ambil setengah gelas kecil (+/-) ekstrak jeruk nipis kemudian campurkan dengan air 1 ember atau 1 botol air mineral ukuran besar.
  3. Tambahkan minyak wangi aroma bunga 3 ml dan garam halus 3 sendok makan, kemudian larutkan
  4. Siramkan di lokasi yang dikehendaki, insya Allah berfaedah mengusir makhluk ghaib/pengaruh sihir yang sering mengganggu, dan sebagai pagaran ghaib lokasi tersebut agar tidak terkena gangguan sihir.


Sedangkan bacaan ayat dan doa untuk "mengisi" airnya adalah:
  1. Surat Alfatihah 3x
  2. Surat Yasin 1x
  3. Ayat Kursi 3x
  4. Al Ikhlas 3x, Al Falaq 3x An Naas 3x
  5. Ayat Hafadzhoh/Penjagaan bacakan seluruh ayatnya sebanyak 21x, teks bacaannya silakan klik disini
  6. Ayat Salamun, bacakan seluruh ayatnya sebanyak 21x, teks bacaannya silakan klik disini
  7. Sholawat Dawa', bacakan sebanyak 100x, teks bacaannya silakan klik disini

Untuk bacaan diatas sifatnya ialah tidak baku, bisa ditambah dengan bacaan ayat/wirid lain yang sudah biasa diamalkan.

Demikian pembahasan kami tentang khasiat jeruk nipis secara metafisika, semoga bisa menambah wawasan kita bersama dan bermanfaat bagi pengunjung blog khususnya ini dan kepada ummat manusia pada umumnya.

Wallahu a'lam bi murodhih
Wabillahittaufiq

AYAT SALAMUN (RAHASIA AYAT SALAMUN)

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholli wa sallim 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala aalihi wa shohbihi wa sallim

Pada kesempatan kali ini insya Allah kita bahas tentang kaifiyyat amaliyyah AYAT SALAMUN.

Didalam Al Qur'an terdapat banyak sekali ayat - ayat yang mengandung rahasia untuk keselamatan zhohir batin, kewibawaan, pengasihan secara umum dan khusus, yang apabila dirutinkan untuk membacanya, maka tubuh si pengamal akan menyimpan energi sesuai dengan apa ayat atau wirid yang dibaca serta membentuk mindset si pengamalnya.

Dan disini akan sedikit kami bahas faedah tentang ayat yang berawalan dengan kalimat/kata SALAM yang artinya SELAMAT. Sehingga insya Allah si pengamal amaliyyah ini diselamatkan oleh Allah SWT dari berbagai gangguan orang zholim, kejahatan rampok, pencuri, marabahaya, bala, sihir, dan lain sebagainya.

Berikut ini adalah amalannya:
سَلَٰمٌ قَوْلًا مِّن رَّبٍّ رَّحِيمٍ
SALAMUN QAULAM MIRROBBIR ROHIM (QS Yaa Siin: 58)
سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
SALAMUN 'ALA IBRAHIM (QS As Shoffaat: 109)
سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ
SALAMUN 'ALA NUHIN FIL ALAMIN (QS As Shoffaat: 79)
سَلَامٌ عَلَى مُوسَى وَهَارُونَ
SALAMUN 'ALA MUSA WA HARUN (QS As Shoffaat: 120)
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
SALAMUN 'ALAIKUM THIBTUM FADHKHULUHA KHALIDIN (QS Az Zumar: 73)
سَلَامٌ عَلَى إِلْ يَاسِينَ
SALAMUN 'ALA ILYASIN (QS As Shoffaat: 130)
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
SALAMUN HIYA HATTA MAT LA'IL FAJR (QS Al Qadr: 5)
 سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
SALAMUN 'ALAIKUM BIMAA SHOBARTUM FANI'MA 'UQBAD DAAR (QS Ar Ra'du: 24)
 وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ 
WA SALAMUN ALAL MURSALIN (Ash Shoffaat : 181)
 وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
WALHAMDULILLAHI ROBBIL 'AALAMIIN (Ash Shoffaat : 182)


Tatacara mengamalkannya:

  1. Dibaca sebagai wirid rutin, yaitu dibaca keseluruhan ayatnya setiap pagi dan sore (bakda subuh dan maghrib) sebanyak 3x s/d 9x, atau ketika hendak memulai aktifitas, berangkat kerja, membuka toko.
  2. Dibacakan kepada orang yang terkena gangguan jin, yaitu bacakan keseluruhan ayatnya berulang-ulang kali hingga pengaruh jinnya lepas
  3. Pagaran ghaib tempat usaha, rumah, gedung, yaitu bacakan keseluruhan ayatnya ke seember air yang sudah diaduk dengan garam sebanyak 100x hingga 1000x, kemudian siramkan didepan toko, rumah gedung, tempat usaha
  4. Dibacakan keseluruhan ayatnya sebanyak 100x ke segelas air dan diminumkan ke orang yang terkena gangguan sihir, santet, teluh, insya Allah jika dilakukan secara rutin akan terlepas pengaruh sihir/santet/teluhnya.
  5. Ditulis teks arabnya, jika bisa dijadikan kaligrafi, lalu dibacakan ayatnya sebanyak 1000x selama 7 hari berturut - turut tanpa terputus, kemudian dibingkai atau digantungkan sebagai azimat keselamatan untuk badan, rumah, toko, lapak usaha, dll
Sekiranya cukup tatacara diatas kami tuliskan, walaupun masih banyak kaifiyat lain untuk hajat tertentu, namun kami cukupkan sampai disini pembahasannya. Insya Allah apa yang kami tuliskan diatas itu lebih dari cukup untuk keutamaan bacaan AYAT SALAMUN diatas. Tiadalah suatu amalan itu ampuh kecuali si pengamalnya membaca wiridnya secara rutin dan istiqomah.

Demikian pembahasan sampai disini semoga bermanfaat bagi pengunjung blog dan kepada kaum muslimin pada umumnya.

Wallahu a'lam bi murodhih
Wabillahittaufiq

Rabu, 09 Agustus 2017

HALAL - HARAM MENGGUNAKAN AZIMAT

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholli wa sallim 'ala Sayyidina Muhammadin wa 'ala aalihi wa shohbihi wa sallam

Oleh: Ibnu Abdillah el Katibiy

Jimat dalam bahasa Arab adalah Tamimah. Arti secara etimologinya adalah menjadi sempurna, kalau kita katakan Tamma asy-Syaiu maka artinya bagian-bagian sesuatu itu menjadi sempurna. Jimat ini berupa sesuatu perlindungan yang digantungkan kepada manusia. Seolah jimat ini menjadi penyempurna proses kesembuhan yang dituntut. (lihat kitab Mu’jam Miqyas al-Lughah; Ibnu Faris 1/339. Cetakan Maktabah al-Ilmiyyah)
Jimat atau tamimah ini secara istilah mempunyai dua makna :
Pertama : manik-manik yang konon kaum Arab menggantungkannya kepada anak-anak mereka untuk melindungi mereka dari penyakit ‘ain menurut asumsi mereka, lalu datanglah Islam membatalkan keyakinan semacam itu. (lihat kitab an-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar : 1/197. Cetakan Maktabah al-Ilmiyyah)
Kedua : lembaran yang ditulisi ayat al-Quran, dan dikalungkan di leher misalnya, untuk mengalap berkah. (Lihat kitab Hasyiah al-Jamal ‘ala syarh al-Manhaj; 1/76. Cetakan Dar al-Fikr)
Di antara pokok akidah umat islam adalah tidak ada pengaruh independen bagi setiap makhluk apapun. Barangsiapa yang meyakini adanya pengaruh independen bagi selain Allah, maka ia telah jatuh pada kesyirikan. Apabila meyakini bahwa jimat tidak membawa pengaruh secara independen, maka ada dua keadaan; adakalanya berisi ayat al-Quran dan adakalanya bukan dari ayat al-Quran. Jimat yang bukan dari ayat al-Quran, adakalanya berisi dari dzikir, wirid atau doa yang baik, maka ini hukumnya boleh. Apabila berisi selain itu misalnya dari tholsamat atau kalimat yang tidak bisa dipahami secara baik bahasa Arab atau bahasa lainnya, maka hukumnya tidak boleh.
Adapun jimat yang terdiri dari ayat al-Quran atau dzikir, wirid dan ucapan yang baik, maka mayoritas ulama ahli fiqih dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan satu riwayat dari imam Ahmad menghukumi boleh menjadikan gantungan (di leher atau sesuatu lainnya), mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala :
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“ Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al-Isra':82)
Imam al-Qurthubi mengomentari ayat tersebut :
اختلف العلماء في كونه شفاء على قولين: أحدهما: أنه شفاء للقلوب بزوال الجهل عنها وإزالة الريب، ولكشف غطاء القلب من مرض الجهل لفهم المعجزات والأمور الدالة على الله تعالى. الثاني: شفاء من الأمراض الظاهرة بالرُّقى والتعوذ ونحوه
“Para ulama berbeda pendapat tentang al-Quran sebagai obat, menjadi duap pendapat; pertama al-Qurana dalah obat bagi hati dengan hilangnya kebodohan dan keraguan, terbukanya penutup hati dari penyakit bodoh, sebab kepahaman mu’jizat dan perkara-perkara yang menunjukkan atas Allah Ta’ala. Kedua al-Quran adalah obat dari segala penyakit dhahir dengan cara ruqyah, ta’awwudz (dijadikan suatu perlindungan) dan semisalnya “. (lihat kitab al-Jami’ li ahkam al-Quran : 10/316. Cetakan Dar al-Kutub al-Mishriyyah)
Sedangkan tamimah atau jimat termasuk bentuk ta’awwudz yang ditulis, maka hukumnya boleh menggunakannya atau menggantungkannya dengan niat keberkahan, karena Allah Ta’ala berfirman :
هَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“ Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian dirahmati.” (QS. Al-‘An’am : 155)
Beberapa ulama wahabi di antaranya Ibnu Baz mengharamkannya secara muthlaq baik digantungkan atau tidak meskipun berisi ayat al-Quran. Ia berdalil dengan beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya :
إن الرقى والتمائم والتولة شرك
“ Sesungguhnya ruqyah, jimat dan tiwalah adalah syirik “
Jika jimat diharamkan berdasarkan hadits ini, berarti ruqyah juga diharamkan secara muthlaq ? kenapa banyak ulama wahabi sekarang yang juga melakukan praktek ruqyah ? Ibnu Baz berdalih lagi bahwa ruqyah itu ada pengecualian, artinya ada ruqyah yang dilarang ada ruqyah yang diharamkan.

Benarkan hujjah Ibn Baz itu ? benarkah tamimah atau jimat tidak ada pengecualiannya dan muthlaq keharamannya ? kita buktikan..
Diriwayatkan dari Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila dari isa saudaranya, ia berkata;
دخلت على عبد الله بن عكيم أبي معبد الجهني أعوده وبه حمرة فقلنا: ألا تعلق شيئًا؟ قال: الموت أقرب من ذلك، قال النبي صلى الله عليه وآله وسلم: مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“ Aku datang kepada Abdullah bin Akim Abi Ma’bad al-Jahni menjenguknya yangs sedang sakit panas, maka kami katakan padanya, “ Tidakkah kamu menggantungkan sesuatu saja ? “, ia menjawab, “ kematian lebih dekat dari itu “. Maka Nabi shallallahu ‘alaihiw wa sallam bersabda, “ Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu, maka diwakilkan padanya “. (HR. Ahmad, al-Hakim danTurmudzi)
Imam al-Qurthubi mengomentari maksuda perkataan Nabi tersebut :
فمن علَّق القرآن ينبغي أن يتولاه الله ولا يَكِله إلى غيره؛ لأنه تعالى هو المرغوب إليه والمتوكل عليه في الاستشفاء بالقرآن
“ Maka siapa yang menggantungkan al-Quran sebaiknya ia menjadikan Allah sebagian wakilnya dan tidak mewakilkan kepada selain-Nya, karena Allah Ta’ala lah yang menjadi harapan dan tempat sandaran di dalam berobat dengan al-Quran “. (lihat al-Jami’ liahkam al-Quran, al-Qurthubi : 10/320)
Artinya beliau membolehkan menggantungkan jimat yang terdiri dari ayat al-Quran asalkan tetap bersandar kepada Allah.
Diriwayatkan juga dari ‘amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا فَزِعَ أَحَدُكُمْ فِي النَّوْمِ فَلْيَقُلْ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ يَحْضُرُونِ؛ فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ
“ Jika seorang diantara kalian merasa takut di dalam tidurnya, maka ucapkanlah :
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ يَحْضُرُونِ
Maka gangguan-gangguan setan tidak akan membahayakannya “. Ia berkata; “ Dahulu Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu ‘anhuma mengajarkannya kepada anaknya yang sudah baligh dan menulisnya untuk yang belum baligh di sebuah lembaran lalu digantungkan di lehernya “. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
Dalam kitab hadits Mushannaf Ibnu Abi Syaibah :
أن سعيد بن المسيب سئل عن التعويذ فقال: "لا بأس إذا كان في أديم"،
وعن عطاء قال: "لا بأس أن يعلق القرآن"، وكان مجاهد يكتب للناس التعويذ فيعلقه عليهم، وعن الضحاك أنه لم يكن يرى بأسًا أن يعلق الرجل الشيء من كتاب الله إذا وضعه عند الغسل وعند الغائط، ورخَّص أبو جعفر محمد بن علي في التعويذ بأن يُعلق على الصبيان، وكان ابن سيرين لا يرى بأسًا بالشيء من القرآن.
“ Bahwasanya Said bin Musayyib ditanya tentang ta’widz (sesuati yang dijadikan perlindungan), maka beliau menjawab; “ tidak mengapa jika (ditulis) pada kulit “. Dari Atha’ ia berkata, “ tidak mengapa menggantunkan (jimat) yang terdiri dari ayat al-Quran “. Dahulu Mujahid menulis ta’widz untuk orang-orang lalu menjadikannya gantungan leher pada mereka “. Dari Ad-Dhahhak ia berpendapat,” bahwasanya tidaklah mengapa sesorang membuat jimat gantungan dari kitab Allah apabila diletakkan ketika hendak mandi atau buang air besar “. Abu Jakfar Muhammad bin Ali membolehkan jimat gantungan pada anak kecil. Ibnu Sirin juga bependapat tidaklah mengapa membuat jimat dengan al-Quran “. (lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah; 5/43-44)
Dari riwayat-riwayat hadits ini sangat jelas, membolehkan menggantungkan jimat yang terdiri dari ayat al-Quran atau dzikir ataupun doa yang baik. Dan menjadi pengecualian dari jimat. Artinya ada jimat yang dilarang dan ada jimat yang diperbolehkan bahkan digantungkan pada leher hukumnya juga boleh.
Mayoritas ulama pun memperbolehkannya :
Dalam kitab Kifayah ath-Thalib ar-Rabbani disebutkan :
ولا بأس بالمُعاذة) وهي التمائم -والتمائم الحروز- التي (تعلق) في العنق (وفيها القرآن) وسواء في ذلك المريض، والصحيح، والجنب، والحائض، والنفساء، والبهائم بعد جعلها فيما يكنها]. اهـ، ففُهم من ذلك أن ما كان من القرآن جائز إذا جُعل في شيء يحفظه.
“ Tidaklah mengapa dengan jimat yang digantungkan di leher dan di dalamnya berisi ayat al-Quran, baik diperuntukkan untuk yang sakit, sehat, junub, haid, nifas ataupun binatang setelah dibungkus sebagai pengamannya “. (lihat Kifayah ath-Tahlib ar-Rabbani ‘ala Risalah Ibn Abi Zaid al-Qairawani : 2/492. Cetakan Dar al-Fikr)
Bisa kita pahami bahwa jimat yang berisi ayat al-Quran hukumnya boleh jika dibungkus dengan sesuatu yang menjaganya.
Imam Malik mengatakan :
لا بأس بتعليق الكتب التي فيها أسماء الله عز وجل على أعناق المرضى على وجه التبرك
“ Tidaklah mengapa menggantungkan tulisan yang berisi asma Allah Ta’ala di leher-leher orang yang sakit atas dasar tabarruk (ngalap berkah) “. (lihat al-Jami’ liahkam al-Quran, al-Qurthubi : 10/319)
Imam an-Nawawi dalam kitab Majmu’nya menyebutkan hadits :
من علَّق تميمة فلا أتم الله له، ومن علَّق ودعة فلا ودع الله له
“ Barangsiapa yang mengenakan jimat maka Allah ta’ala tidak akan menyempurnakan hajatnya, dan barangsiapa yang mengenakan wada’ah (jimat batu pantai) maka Allah ta’ala tidak akan memberikan ketenangan kepadanya."
Lalu menukil komentar imam al-Baihaqi sebagai berikut :
ان النهي راجع إلى معنى ما قال أبو عبيد- أي: ما كان بغير العربية بما لا يدري ما هو- ثم قال -أي البيهقي-: وقد يحتمل أن يكون ذلك وما أشبهه من النهي والكراهة فيمن يعلقها وهو يرى تـمام العافية وزوال العلة بـها على ما كانت عليه الجاهلية، أما من يعلقها متبركًا بذكر الله تعالى فيها وهو يعلم أن لا كاشف له إلا الله ولا دافع عنه سواه، فلا بأس بـها إن شاء الله تعالى
“ Sesungguhnya dalam hadits itu yang dilarang adalah kembali pada apa yang dikatakan oleh Abu Ubaid, “ yang dilarang adalah yang selain bahasa Arab yang tidak dapat dipahami maknanya “, kemudian imam Baihaqi mengatakan, “ Terkadang dimungkinkan sifat yang terlarang dan makruh adalah bagi orang yang menggantungkannya dan berpandangan akan mendapat kesempurnaan afiat dan hilangnya penyakit dengan jimat tersebut yang juga diasumsikan konon pada masa jahiliyyah. Adapun orang yang menggantungkannya dengan niat ngalap berkah dengan dzikir Allah Ta’ala di dalamnya dan dia mengetahui bahwa tidak ada yang mampu menyingkap penyakit kecuali Allah, dan tidak ada yang dapat menolak bahaya kecuali Allah, maka tidaklah mengapa yang demikian itu insya Allah “. (al-Majmu’, imam Nawawi : 9/66. Cetakan Dar al-Fikr)
Imam Nawawi pun tidak mengomentari hujjah imam Baihaqi tersebut tanda, tidak adanya penolakan dari imam Nawawi akan hal ini dan setuju dengan komentar imam Baihaqi tersebut.
Al-Hafidz ibnu Hajar mengatakan dalam hal ini setelah menyebutkan hadits-hadits tentang larangan menggantungkan jimat :
هذا كله في تعليق التمائم وغيرها مما ليس فيه قرآن ونحوه، فأما ما فيه ذكر الله فلا نـهي فيه؛ فإنه إنـما يجعل للتبرك به والتعوذ بأسـمائه وذكره
“ Semua ini dalam hal menggantungkan jimat dan selainnya yang tidak berisi ayat al-Quran dan semisalnya. Adapun yang berisi dzikir kepada Allah, maka tidaklah terlarang. Karena sesungguhnya hal itu hanyalah dijadikan untuk mengambil berkah saja dan berta’awwudz dengan asama Allah dan dzikir kepada-Nya “. (lihat Fath al-Bari syarh Sahih al-Bukhari : 6/142. Cetakan Dar al-Ma’rifah)
Al-Qadhi Abu Ya’la ulama dari kalangan Hanabilah mengatakan :
يجوز حمل الأخبار- أي الـمانعة- على اختلاف حالين، فنهى إذا كان يعتقد أنـها النافعة له والدافعة عنه، وهذا لا يجوز؛ لأن النافع هو الله. والموضع الذي أجازه إذا اعتقد أن الله هو النافع والدافع. ولعل هذا خرج على عادة الجاهلية، كما تعتقد أن الدهر يغيرهم فكانوا يسبونه
“ Boleh hukumnya membawa jimat, ini ada dua keadaan; pertama dilarang jika meyakini jimat itu yang membawa manfaat dan menolak bahaya, ini tidak boleh, karena yang memberi manfaat adalah Allah. Dan tempat diperbolehkannya jimat, adalah jika meyakini bahwa Allah lah yang memberi manfaat dan menolak bahaya. Hal ini keluar dari kebiasaan jahiliyyah, sebagaimana kaum jahiliyyah meyakini bahwa tahun bisa merubah nasib baik mereka sehingga mereka mencacinya “. (lihat Kasyaf al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’, al-Bahuti : 2/77. Cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah )

Wahai saudaraku, sudah jelas dan terang hujjah dalam hal ini. Bahwa mayoritas ulama sepakat membolehkan jimat yang ditulis dengan ayat al-Quran atau dzikir, wirid dan doa yang baik yang dipahami maknanya, digantungkan di leher ataupun tidak. Asalkan berkeyakinan bahwa Allah lah yang memberi manfaat dan menolak bahaya. Jimat yang berisi ayat al-Quran, dzikir, wirid dan doa hanyalah sebagai wasilah mengalap berkah dari Allah Ta’ala sebab itu semua.
Jika mereka kaum primitif, masih saja menghukumi syirik dan pelakuknya musyrik, maka sungguh telah bathar ‘anil haq (menentang kebenaran) dan fanatik buta terhadap pemahaman yang dianutnya. Jika kalian mengikuti pemahaman Ibn Baz dan ulama yang sealiran dengannya dalm hal ini, silahkan saja kamipun tidak melarangnya, akan tetapi kami juga memiliki hujjah-hujjah yang kuat yang menjadi sandaran kami dalam hal ini. Tidak ada haq kalian melarang-larang kami apalagi sampai memvonis kami pelaku syirik. Semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam bi murodhih
Wabillahittaufiq

Selasa, 01 Agustus 2017

RAHASIA 40 HARI DALAM DUNIA SPIRITUAL ISLAM

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholli wa sallim 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala aalihi wa shohbihi wa sallim.

Dalam konteks spiritual islami, khususnya di dunia pesantren, tirakat/thoriqoh, dan mujahadah tentu kita tidak asing lagi dengan istilah riyadhoh 40 hari. Entah riyadhoh itu dlm bentuk berdzikir, tirakat, membaca Al Qur'an atau yang lainnya. Bahkan terkadang dulu kita bertanya - tanya, kenapa disebagian pesantren ada peraturan yang melarang wali santri untuk menjenguk anaknya yang baru mondok dalam jangka 40 hari pasca dia masuk pesantren?? Atau bahkan dalam jangka waktu 40 hari santri baru dilarang untuk pulang? Ada beberapa wiridan/hizib atau tirakat yang harus dikerjakan selama 40 hari supaya bisa begini dan begitu. Ada beberapa thoriqoh yang mewajibkan para salik untuk kholwat selama 40 hari. Kenapa harus 40 hari? Apakah ada landasannya?

Dinukil dari berbagai sumber, kami menemukan beberapa hadits yang membicarakan hal tersebut. Diantara hadisnya adalah:

من رابط أربعين يوما لم يبع ولم يشتر ولم يحدث حديثا خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه
"Barang siapa yang mengikat hawa nafsunya (riyadhoh) selama 40 hari, tidak melakukan jual beli dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat, maka dosa - dosanya akan keluar sebagaimana hari dilahirkannya ia oleh ibunya".

من أخلص لله أربعين صباحا ظهرت له ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه
"Barangsiapa yang ikhlas beribadah karena Allah selama 40 hari, maka baginya akan nampak sumber - sumber hikmah yang memancar dari hatinya kepada lisannya".

Ibadah teragung, yaitu sholat, apabila dibentuk dalam kebiasaan selama 40 hari, insya Allah pasti akan mendatangkan suatu keberkahan sebagaimana hadits :
عن أنس بن مالك ـ رضي الله عنه ـ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الْأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ   النِّفَاقِ
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang shalat karena Allah selama 40 hari secara berjama’ah dengan mendapatkan Takbir pertama (takbiratul ihramnya imam), maka ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari sifat kemunafikan.” (HR. Tirmidzi
Di sisi lain menurut pandangan ilmu psikologi; jangka waktu 40 hari akan membuat otak bawah sadar kita mulai bertindak secara otomatis dalam membentuk sebuah rutinitas. Dengan kata lain jika kita melakukan sebuah kegiatan positif dalam jangka waktu 40 hari secara berkesinambungan, maka kegiatan tersebut akan membentuk sebuah kebiasaan yang akan melekat pada diri kita.

Pada dasarnya kita itu diperbudak oleh kebiasaan. Jika kebiasaan itu baik maka kita akn diperbudak oleh kebaikan. Begitupun sebaliknya, jika kebiasaan itu buruk maka kita akan diperbudak oleh keburukan. Sungguh beruntung orang - orang yang diperbudak oleh kebiasaan baiknya, bukan kebiasaan buruknya.
Wallahu a'lam bi murodhih.
Wabillahittaufiq

IJAZAH MAHABBAH BULAN PURNAMA 1

Bismillahirrahmanirrahim Potongan Q.S. Thoha ayat 39    وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي WA ALQOITU ...