Sabtu, 30 Desember 2017

KAYU BERTUAH



Bismillahirrahmaanirrahiim

SELAYANG PANDANG
“…Wahai Tuhan kami! tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini Dengan sia-sia, Maha suci engkau, maka peliharalah Kami dari azab neraka...” (QS Ali Imron 191)

Para orang-orang tua terdahulu memiliki kepercayaan bahwa ada sebagian kayu, batu, rempah-rempah khusus, dan lain – lain dan kemudian mereka rangkai, ramu, racik, untuk suatu hajat tertentu. Semisal menaruh akar miming disimpan diatas pintu rumah untuk mencegah maling masuk kedalam rumah, atau menyimpan kembang bambu di warung/tempat usaha supaya laris dan mendapat keuntungan banyak, dan masih banyak lagi.

Demikian pula kepercayaan terhadap suatu benda semisal kayu nagasari yang dipercaya bagi siapa yang membawanya, dapat mencegah orang yang membawanya dari gangguan baik secara fisik dan non fisik, serta memiliki energy metafisika yang besar. Atau kepercayaan terhadap kayu stigi yang konon bisa menyembuhkan sakit orang terkena racun hewan berbisa atau disengat lebah. Atau kayu kebak yang apabila ditaruh ditempat usaha, atau disimpan di kotak penyimpanan uang atau bahan makanan, dengan harapan “ben kebak terus isine” (supaya penuh terus isinya-baik uang atau bahan makanannya).

APAKAH HAL TERSEBUT ADALAH SUATU KESYIRIKAN?

Sebagaimana ayat yang kami nukil diatas, tidaklah Allah SWT ciptakan segala sesuatu dengan kesia-siaan. Allah seakan hendak mengajarkan kepada hamba-NYA bahwa DIA “menitipkan” sebagian kecil dari kekuasaan-NYA pada benda-benda tertentu. 

Sebagaimana Allah SWT sebutkan didalam AL Qur’an, ada sebagian pohon atau buah yang diberkahi, seperti pohon zaitun, pohon/buah tin, pohon bidara, dan lain-lain. Dan pada sebagian hadits ada daun, pohon/kayu tertentu yang memiliki keberkahan tersendiri.

Apakah mempercayai suatu pohon/kayu tertentu memiliki suatu kekuatan atau keberkahan adalah sebuah kesyirikan, maka kembalikan pada diri masing-masing. Apabila mempercayai kekuatan atau keberkahan pada suatu benda dengan diniatkan untuk bertafakkur bahwa ini adalah sebagian kecil dari kekuasaan Allah SWT, menambah keimanan kita kepada Allah SWT, maka hal ini insya Allah bukan merupakan sebuah kesyirikan. Yang penting adalah kondisi hati yang senantiasa bersambung kepada Allah SWT Dzat Yang Maha Tunggal, bukan kepada bendanya.

KAYU BERTUAH KHAS NUSANTARA

Indonesia, Negara dengan ribuan pulau-pulau dan dengan jutaan varietas tumbuh-tumbuhan dan berbagai suku dan budaya, pastilah memiliki suatu kepercayaan yang sifatnya turun temurun terhadap suatu tanaman atau kayu bertuah. Semisal didaerah Jepara, terkenal dengan tiga kayu bertuah khasnya, yaitu Stigi, Kalimosodo, dan Dewandaru. Atau disebagian daerah di Jawa ada kepercayaan pohon Nagasari yang tumbuh diarea makam/petilasan para Awliya atau tokoh masyarakat. Atau suatu pohon, tanaman yang diambil dari lokasi yang bernuansa wingit, dapat mendatangkan benefit tertentu. Atau karena susah mendapatkannya bahkan bisa juga karena memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki kayu lain.

Kayu bertuah sendiri memiliki definisi adalah suatu kayu yang memancarkan suatu energy metafisika tersendiri untuk wasilah tercapainya suatu hajat tertentu dari pemiliknya atau siapa yang meramunya. Kayu kayu tersebut memancarkan suatu energi, nur atau cahaya. Energi yang memiliki frekuensi sangat tinggi dan gelombang-gemombang molekul ion yang jika dipicu dengan doa dari jalur agama maupun “amalan” dari jalur ilmu, frekuensinya menjadi lebih kuat dan tinggi dan memancarkan aura yang lebih kuat.

Didalam Kidung “Rumekso ing Wengi” Sunan Kalijaga disebutkan:
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Yang kurang lebih Artinya:
Semua senjata lenyap
Seperti kapuk jatuhnya besi
Semua racun menjadi hambar
Binatang buas jinak
Kayu Bertuah
dan tanah angker

Dari syair diatas, maka dapat disimpulkan bahwa di tanah Nusantara ini telah dikenal kayu bertuah sejak zaman dahulu. Digunakan sebagai senjata khusus atau sebagai pelengkap kekuatan dan tuah dari senjata atau pusaka. Sebagaimana menurut sejarah kesultanan Demak, kayu nagasari digunakan untuk gagang/tongkat dari Tombak Kyai Pleret milik Panembahan Senopati. Kayu Timoho, Cendana, Gaharu hingga saat ini masih digunakan sebagai warongko dan gagang dari keris dan tombak. Dan hingga saat ini banyak kayu bertuah dijadikan sebagai tasbeh, japamala, bahkan sebagian aksesoris juga dibuat dari bahan kayu bertuah, dengan tujuan mengharapkan berkah dan tuah dari kayu bertuah tersebut.  

Demikian sekilas ulasan kami tentang kayu bertuah, semoga dapat menambah wawasan kita tentang kayu bertuah.

Wallahu a’lam bi muroodhih
Wabillahittaufiq

IJAZAH MAHABBAH BULAN PURNAMA 1

Bismillahirrahmanirrahim Potongan Q.S. Thoha ayat 39    وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي WA ALQOITU ...