Bismillahirrohmanirrohim
Pada kesempatan kali ini insya Allah kita bahas tentang azimat, penjelasan dan berbagai dalil akan kebolehannya.
Secara bahasa, azimat ialah berasal dari akar kata bahasa Arab عزم Azama ( ketetapan hati akan berbuat sesuatu)
– يعزم ya’zimu (baru mau tetap hatinya akan berbuat)
- عزما ‘azman ( menetapkan hati untuk berbuat)
- وعزما wa ‘uzman ( dan orang yang tetap hatinya akan berbuat)
- ومعزما wa ma’ziman (dan orang yang mau menetapkan hatinya untuk berbuat)
- وعزيما wa ‘aziman ( memusatkan perhatian untuk berbuat)
- وعزيمة wa ‘azimatan ( pusat penetapan hati akan perbuatan dan keinginan)
DALIL SYAR'I KEBOLEHAN MENGGUNAKAN JIMAT.
At-Tirmidzi dan an-Nasa-i meriwayatkan
dari ‘Amr ibn Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya berkata: “Rasulullah
telah mengajarkan kepada kami beberapa kalimat untuk kita baca ketika
terjaga dari tidur dalam keadaan terkejut dan takut”, dalam riwayat
Isma’il Rasulullah bersabda yang maknanya: “Jika di antara kalian
merasakan ketakutan maka bacalah:
” أعوذ بكلمات الله التامة من غضبه وعقابه ومن شر عباده ومن همزات الشياطين وأن يحضرون “
Adalah sahabat Abdullah ibn ‘Amr mengajarkan bacaan ini kepada anaknya
yang sudah baligh untuk dibaca sebelum tidur dan menuliskannya untuk
anak-anaknya yang belum baligh kemudian dikalungkan di lehernya”.
Al Hafizh Ibn Hajar dalam kitabnya al Amali [Nata-ij al Afkar, h.
103-104] berkata: “Hadits ini hasan, diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi
dari Ali ibn Hujr, dari Isma’il ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh
an-Nasai dari ‘Amr ibn Ali al Fallas dari Yazid ibn Harun”. Kalaupun Ibn
Baz atau Muhammad Hamid al Faqqi melemahkan hadits ini, maka itu adalah
sesuatu yang tidak benar, sama sekali tidak berpengaruh dan tidak perlu
diambil karena mereka berdua bukan Muhaddits atau Hafizh. Terlebih Amir
al Mukminin fi al Hadits, Ibn Hajar al ‘Asqalani telah menyatakan bahwa
hadits ini hasan.
Dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah [ 5/39-40] tersebut sebagai berikut:
“Telah meriwayatkan kepada kami Abu Bakr, ia berkata: telah meriwayatkan
kepada kami Ali ibn Mushir dari Ibn Abi Laila dari al Hakam dari Sa’id
ibn Jubayr dari Ibn Abbas berkata: Jika seorang perempuan sulit
melahirkan maka tulislah dua ayat ini dan beberapa kalimat pada selembar
kertas kemudian basuh (celupkan dalam air) dan minumlah:
“بسم الله لا إله إلا هو الحليم الكريم , سبحان الله رب السموات السبع
ورب العرش العظيم ، (كأنهم يوم يرونها لم يلبثوا إلا عشية أو ضحاها ) [سورة
النازعات / 46] (كأنهم يوم يرون ما يوعدون لم يلبثوا إلا ساعة من نهار
بلاغ) [الأحقاف / 35] (فهل يهلك إلا القوم الفاسقون) [سورة الأحقاف / 35]“
Dalam kitab al Ausath fi as-Sunan wa al Ijma’ wa al Ikhtilaf , Juz 1
h. 103-104 karya Ibn Mundzir disebutkan bolehnya memakai at-ta’widz
(hirz).
Dalam kitab al A-daab asy-Syar’iyyah karya Ibn Muflih al Hanbali juga
disebutkan bahwa Imam Ahmad menulis ta’widz untuk seorang perempuan
yang ketakutan di rumahnya, membuat hirz untuk orang yang demam. Imam
Ahmad juga membuat hirz untuk wanita yang akan melahirkan dan
meriwayatkannya dari Ibn Abbas dan Ibn as-Sunni meriwayatkannya dari
Rasulullah dalam ‘Amal al Yaum wa al-laylah”.
Al Bayhaqi meriwayatkan dalam as-Sunan al Kubra kebolehan memakai
hirz dari beberapa ulama Tabi’in, di antaranya Sa’id ibn Jubayr, Atha’.
Bahkan Sa’id ibn al Musayyab memerintahkan agar dikalungkan ta’widz dari
al Qur’an. Kemudian al Bayhaqi berkata: “ini semua kembali kepada apa
yang telah aku sebutkan bahwasanya kalau seseorang membaca ruqa
(bacaan-bacaan) yang tidak jelas maknanya, atau seperti orang-orang di
masa Jahiliyah yang meyakini bahwa kesembuhan berasal dari ruqa tersebut
maka itu tidak boleh. Sedangkan jika seseorang membaca ruqa dari
ayat-ayat al Qur’an atau bacaan-bacaan yang jelas seperti bacaan dzikir
dengan maksud mengambil berkah dari bacaan tersebut dan dengan keyakinan
bahwa kesembuhan datangnya hanya dari Allah semata maka hal itu tidak
masalah, wabillah at-taufiq”.
Adapun hadits Rasulullah yang berbunyi:
” إن الرقى والتمائم والتولة شرك ” رواه أبو داود
Maknanya : “Sesungguhnya ruqa, tama-im dan tiwalah adalah syirik” (H.R. Abu Dawud)
Yang dimaksud bukanlah tama-im dan ta’awidz yang berisikan ayat-ayat
al Qur’an atau bacaan-bacaan dzikir. Karena kata tama-im sudah jelas dan
dikenal maknanya, yaitu untaian yang biasa dipakai oleh orang-orang
jahiliyyah dengan keyakinan bahwa tamaim tersebut dengan sendirinya
menjaga mereka dari ‘ayn atau yang lainnya. Mereka tidak meyakini bahwa
tama-im itu bermanfaat dengan kehendak Allah. Karena keyakinan yang
salah inilah kemudian Rasulullah menyebutnya sebagai syirik.
Demikian juga ruqa yang terdapat dalam hadits tersebut, karena ruqa ada
dua macam ; ada yang mengandung syirik dan ada yang tidak mengandung
syirik.
Ruqa yang mengandung syirik adalah yang berisi permintaan kepada jin
dan syetan. Dan sudah maklum diketahui bahwa setiap kabilah arab
memiliki thaghut yaitu setan yang masuk pada diri seseorang dari mereka
kemudian setan itu berbicara lewat mulut orang tersebut kemudian orang
tersebut disembah. Ruqa yang syirik adalah ruqa jahiliyyah seperti ini
atau yang semakna dengannya.
Sedangkan ruqa yang syar’i yaitu yang pernah dilakukan oleh
Rasulullah dan diajarkan kepada para sahabatnya. umat Islam pada masa
sahabat memakai ruqa syar’i tersebut untuk menjaga diri dari ‘ayn dan
yang lainnya dengan mengalungkan ruqa-ruqa tersebut pada leher mereka.
Ruqa syar’i ini terdiri dari ayat-ayat al Qur’an atau dzikir.
Ibn Abi ad-Dunya [dalam kitab al ‘Iyal, h.
144] meriwayatkan dari al Hajjaj, ia berkata: “Telah menceritakan
kepadaku orang yang telah melihat Sa’id ibn Jubayr sedang menuliskan
beberapa ta’widz untuk orang”. Dalam riwayat al Bayhaqi [ as-Sunan al
Kubra, Jilid 9, hlm. 351] orang yang telah melihat Sa’id ibn Jabir itu
disebutkan namanya yaitu Fudhail.
Dalam kitab Masa-il al Imam Ahmad [h. 260] karya Abu Dawud as-Sijistani sebagai berikut:
“Telah memberitakan kepada kami Abu Bakr, telah meriwayatkan kepada
kami Abu Dawud, ia berkata: Aku melihat tamimah (hirz) yang terbuat dari
kulit terkalungkan pada leher putera Ahmad yang masih kecil”.
Juga telah memberitakan kepada kami Abu Bakr berkata, telah meriwayatkan
kepada kami Abu Dawud: Aku telah mendengar Imam Ahmad ditanya tentang
seseorang yang menulis al Qur’an pada sesuatu kemudian dicuci dan
diminumnya? Ahmad berkata: “Saya berharap itu tidak masalah”.
Abu Dawud berkata: Aku mendengar pertanyaan yang ditujukan kepada Imam
Ahmad: Menulis al-Qur’an pada sesuatu kemudian dibilas dan dibuat
mandi?, beliau menjawab: “Saya tidak mendengar kalau hal itu dilarang”.
Dalam kitab Ma’rifah al ‘Ilal wa Ahkam ar-Rijal [ hlm. 278-279] dari
Abdillah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata: telah meriwayatkan kepadaku
ayahku, ia berkata: telah meriwayatkan kepadaku Yahya ibn Zakariya ibn
Abi Za-idah, ia berkata: telah mengkabarkan kepadaku Isma’il ibn Abi
Khalid dari Farras dari asy-Sya’bi berkata: “Tidak masalah mengalungkan
hirz dari al Qur’an pada leher seseorang”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
IJAZAH MAHABBAH BULAN PURNAMA 1
Bismillahirrahmanirrahim Potongan Q.S. Thoha ayat 39 وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي WA ALQOITU ...
-
Bismillahirrahmanirrahim Pada kesempatan kali ini insya Allah kami bahas tentang keistimewaan dan asror dari Mahabbah Ayat Lima. Berdasark...
-
Bismillahirrahmanirrahim Allahumma sholli wa sallim 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala aalihi wa shohbihi wa sallim Pada kesempatan ...
-
Bismillahirrahmanirrahim. Pada kesempatan kali ini insya Allah akan dibahas tentang Kholisoh si Budak Hitam dan Hirzul Ghosilah. Kisah d...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar