Bismillahirrohmanirrohim.
MAHAR DARI SEBUAH KEILMUAN
Mahar/ Hadiah/ Mas Kawin/ Uang
Penyelaras Keilmuan Sebenarnya merupakan sebuah wujud rasa terima kasih
seorang murid kepada gurunya,
tetapi selamanya tidak harus berbentuk uang.
Beberapa Bentuk Mahar selain Uang adalah Puasa, Sodakoh, Maupun
Tatalaku tertentu,, NAMUN dari banyaknya orang yang ingin belajar sebuah
keilmuan ingin cara INSTAN, karena tatalaku sebuah keilmuan sangat
sulit dan jarang berhasilnya.
KENAPA MAHAR KEBANYAKAN BERUPA UANG ?
1. ALAT YANG DIPAKAI
Cobalah anda cari Kitab Ilmu hikmah semisal Al-Aufaq karya Imam al Ghazali atau kitab Syamsul Ma'arif al Kubro, Manba'u Ushulil Hikmah karya Imam Ahmad bin Ali al Buni, dan lain - lain dimana didalam
kitab tersebut hampir 80% menggunakan media/alat untuk tatalakunya. Coba Anda Sekalian cek ke Toko yang menyediakan sarana/alat untuk
tatalaku/ritual, seperti harga Minyak Jafaron, Apel Jin, Buhur dan masih
banyak lainnya yang asli pasti anda akan sadar kenapa sebuah keilmuan
itu mahal,, apa lagi jika tidak mau menjalani tatalakunya sendiri.
2. LATAR BELAKANG GURU SPIRITUALIS
Kenapa Para spiritualis meminta mahar yang mahal, karena dalam
mendapatkan sebuah keilmuan tersebut kebanyakan spiritualis telah
menghabiskan banyak waktu dan biaya serta kesusahan yang harus
ditanggung.
3. ADA YANG MENGIJAZAHKAN ILMU SECARA GRATIS ?
Pasti Banyak yang bertanya apakah ada keilmuan yang gratis? Semua Keilmuan itu pasti ada maharnya,,
Ada yang bilang jika belajar dari seseorang gratis,,, itu bisa jadi iya
tapi nantinya anda harus melakukan sebuah tatalaku yang berat dan belum
tentu berhasil.. selain itu ada juga yang memberikan secara cuma2 tapi
tetap ada pantangannya dan harus melakukan hal2 yang disuruh serta
biasanya hanya bertahan dalam hitungan hari...
ALLAH SWT
Memberikan/menganugrahkan kepada manusia akal, ilmu, kelebihan itu untuk
dimanfaatkan sebagai sarana dalam menjalani kehidupan dan ALLAH SWT
mewajibkan kepada Mahluknya untuk Menyembahnya, Beribadah dan
Menjalankan PerintahNya dan Menjauhi LaranganNya..
DALIL Tentang meminta Mahar/Upah atas Ilmu ALLAH SWT
Abu 'Ubed, Ahmad, Bukhori, Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu
Jarir, Al Hakim, dan Bayhaqi, dari Abu Sa'id Al Khudri ra. dia berkata:
"Rasulullah SAW telah mengutus kami pada suatu peperangan 30
pengendara. Maka turunlah kami di suatu kaum orang Arab lalu kami minta
mereka untuk menjadikan kami tamu mereka. Maka mereka menolak. Kemudian
disengatlah ketua suku mereka oleh kalajengking lalu mereka berkata,
Apakah pada kamu ada seseorang yang bisa menjampi dari sengatan kala
jengking? Maka aku katakan : Ya, aku. Akan tetapi aku tidak akan
melakukannya sehingga kalian memberikan kami sesuatu. Mereka menjawab,
Kami akan berikan kalian 30 kambing. Abu Sa'id berkata maka aku baca
ALHAMDULILAHI ROBBIL 'AALAMIIN (Surat Al Fatihah) 7x atas sengatan
tersebut. Maka ketika kami menggenggam seekor kambing, disodorkanlah
kepada kami darinya. Lalu kami manahan diri sehingga mendatangi Nabi
SAW. Maka kami sebutkan demikian itu kepada beliau. Lalu Nabi menjawab,
Dari mana kamu mengetahui bahwa Al Fatihah itu adalah jampi.
Bagi-bagilah kambing itu dan buatlah untukku bersamamu."
BOLEH AMBIL UPAH DARI PENGOBATAN DENGAN AL QUR'AN.
Seorang sahabat Nabi SAW berkata : Aku telah mengambil upah atas kitab
ALLAH (setelah mengobati orang dengan Kitab ALLAH)) sehingga kami tiba
di Madinah. Lalu sahabat yang lain berkata (kepada Rasulullah SAW), Dia
telah mengambil upah atas kitab ALLAH. Maka berkatalah Nabi 'Alayhis
Sholaatu was Salaam, Sesungguhnya yang paling berhak kalian ambil upah
adalah Kitab ALLAH.
(HR. Imam Ahmad, Bukhori dan Bayhaqy dari Ibnu 'Abbas ra)
UPAH ITU BAGIAN DARI AL QUR'AN.
Abu Nu'aim meriwayatkan, dari Abu Huroiroh ra, "Telah besabda Nabi
'Alayhis Sholatu was Salam, 'Barangsiapa mengambil upah atas Al Qur'an,
maka demikian itu bagiannya dari Al Qur'an.'"
IMAM MADZHAB SEPAKAT BOLEHNYA AMBIL UPAH.
Para Imam Madzhab yang 3 dan sebagian Ulama' Madzhab Hanafi dari golongan Ulama Mutaakhk
hirin, mereka mengambil dalil dengan hadits-hadits ini (di atas) tentang mengambil upah.
TIDAK WAJIB MEMBERI / MENGAMBIL UPAH, BUKAN TIDAK BOLEH.
Dalam Risalah Bulughul Arob Li-dzawil Qurbi oleh Asy Syaronbilaly :
Tidak boleh mengambil/meminta upah atas perbuatan taat seperti mengajari
Al Qur'an, Fiqih, jadi Imam Solat, Adzan, memberi peringatan/zikir,
hajji dan perang, maksudnya TIDAK WAJIB UPAH Dan menurut Ulama Madinah,
BOLEH. Seperti itu juga (membolehkan upah) pendapat Imam Syafi'i,
Nashir, 'Ishom, Abu Nashr, dan Abul Layts (semoga ALLAH TA'ALA merahmati
mereka).
Disebutkan didalam kitab Ta'limul Muta'alim :
قال على رضى الله عنه: أنا عبد من علمنى حرفا واحدا، إن شاء باع، وإن شاء استرق.
Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada sang guru.
Ali ra berkata: “Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah
mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, di merdekakan
ataupun tetap menjadi hambanya.”
وقد أنشدت فى ذلك:
رأيت أحق الحق حق المعلم وأوجـبه حفظا على كل مسلم
لقد حق أن يهدى إليه كرامة لتعليم حرف واحد ألف درهم
فإن من علمك حرفا واحدا مما تحتاج إليه فى الدين فهو أبوك فى الدين.
Dalam masalah ini saya kemukakan Syi’irnya:
Paling wajib di pelihara, oleh muslim seluruhnya
demi memulyakan, hadiah berhak di haturkan
seharga dirham seribu, tuk mengajar huruf yang Satu
Memang benar, orang yang mengajarmu satu huruf ilmu yang diperlukan dalam urusan agamamu, adalah bapak dalam kehidupan agamamu.
وكان أستاذنا الشيخ الإمام سديد الدين الشيرازى يقول: قال مشايخنا: من
أراد أن يكون ابنه عالما ينبغى أن يراعى الغرباء من الفقهاء، ويكرمهم
ويطعمهم ويطيعهم شيئا، وإن لم يكن ابنه عالما يكون حفيده عالما.
Guru kita Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata : Guru-guru
kami berucap : “bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka
memelihara, memulyakan, mengagungkan, dan menghaturkan hadiah kepada
kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan ilmiyahnya. Kalau toh
ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti.”
ومن توقير المعلم أن لايمشى أمامه، ولا يجلس مكانه، ولا يبتدئ بالكلام
عنده إلا بإذنه، ولا يكثر الكلام عنده، ولا يسأل شيئا عند ملالته ويراعى
الوقت، ولا يدق الباب بل يصبر حتى يخرج الأستاذ.
Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya,
duduk di tempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan
darinya, berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang
membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti diluar hingga ia sendiri
yang keluar dari rumah.
SEKILAS KESIMPULAN
Berdasarkan uraian
diatas maka dapat kita simpulkan bahwa, BOLEH mengambil upah/mahar dari
sebuah keilmuan. Kebolehan ini bersifat relatif, tergantung siapa yang
mengajarkan ilmu tersebut. Tentunya juga dengan memandang kemampuan si calon murid, apakah dia termasuk mampu atau tidak dalam menebus maharnya.
Jika belajar institusi resmi saja dikenakan biaya, maka menurut hemat kami juga wajar jika diluar institusi resmi belajarnya juga dikenakan mahar terutama mahar berupa uang. Jaman dahulu jika hendak belajar kepada seorang guru maka orang tua atau pihak yang hendak belajar diwajibkan membayar mahar dengan sejumlah uang, hasil bumi, hasil ternak, dll. Dan jika tidak mampun maka si murid menebusnya dengan cara mengabdi.
Saya mengelompokkan mereka yang menilai mahar dalam ijazah keilmuan dalam 3 kategori.
Kelompok pertama menilai :
Haram
dan tidak ada barokahnya, karena dianggap jual beli ilmu Tuhan. Mereka
menjadi sinis dan antipati. Tidak ada ruang dalih untuk paranormal bagi
mereka.Bahkan tidak jarang semua disama ratakan. Pesantren yang notabene
dianggap tempat paling sacral sekalipun akan dianggap sebelah mata jika
diketahui meminta mahar.
Kelompok kedua menilai :
Tidak menjadi
masalah, selama yang diajarkan memang betul dan problem mereka bisa
dibereskan.kelompok ini jauh lebih flexible dalam menyikapi fenomena
mahar tadi.Berapapun tariff yang dikenakan bagi mereka bukan menjadi
beban.
Kelompok ke tiga menilai :
Yang ini jauh lebih
simple.Mereka akan mencari spiritualis sesuai dengan “ kantong “. Kalau
sesuai dengan kondisinya dan ilmu yang diinginkan memang ada, kelompok
ini akan memburu ijazah tadi.
Demikian penjelasan tentang mahar dari sebuah keilmuan. Semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam bi murodhih.