Bismillahirrahmaanirrahiim
SELAYANG
PANDANG
“…Wahai
Tuhan kami! tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini Dengan sia-sia, Maha
suci engkau, maka peliharalah Kami dari azab neraka...” (QS Ali Imron 191)
Para orang-orang tua terdahulu memiliki kepercayaan
bahwa ada sebagian kayu, batu, rempah-rempah khusus, dan lain – lain dan
kemudian mereka rangkai, ramu, racik, untuk suatu hajat tertentu. Semisal menaruh
akar miming disimpan diatas pintu rumah untuk mencegah maling masuk kedalam
rumah, atau menyimpan kembang bambu di warung/tempat usaha supaya laris dan
mendapat keuntungan banyak, dan masih banyak lagi.
Demikian pula kepercayaan terhadap suatu benda
semisal kayu nagasari yang dipercaya bagi siapa yang membawanya, dapat mencegah
orang yang membawanya dari gangguan baik secara fisik dan non fisik, serta
memiliki energy metafisika yang besar. Atau kepercayaan terhadap kayu stigi
yang konon bisa menyembuhkan sakit orang terkena racun hewan berbisa atau
disengat lebah. Atau kayu kebak yang apabila ditaruh ditempat usaha, atau disimpan
di kotak penyimpanan uang atau bahan makanan, dengan harapan “ben kebak terus
isine” (supaya penuh terus isinya-baik uang atau bahan makanannya).
APAKAH HAL TERSEBUT ADALAH SUATU KESYIRIKAN?
Sebagaimana ayat yang kami nukil diatas, tidaklah
Allah SWT ciptakan segala sesuatu dengan kesia-siaan. Allah seakan hendak
mengajarkan kepada hamba-NYA bahwa DIA “menitipkan” sebagian kecil dari
kekuasaan-NYA pada benda-benda tertentu.
Sebagaimana Allah SWT sebutkan didalam AL Qur’an, ada
sebagian pohon atau buah yang diberkahi, seperti pohon zaitun, pohon/buah tin,
pohon bidara, dan lain-lain. Dan pada sebagian hadits ada daun, pohon/kayu
tertentu yang memiliki keberkahan tersendiri.
Apakah mempercayai suatu pohon/kayu tertentu
memiliki suatu kekuatan atau keberkahan adalah sebuah kesyirikan, maka
kembalikan pada diri masing-masing. Apabila mempercayai kekuatan atau
keberkahan pada suatu benda dengan diniatkan untuk bertafakkur bahwa ini adalah
sebagian kecil dari kekuasaan Allah SWT, menambah keimanan kita kepada Allah
SWT, maka hal ini insya Allah bukan merupakan sebuah kesyirikan. Yang penting
adalah kondisi hati yang senantiasa bersambung kepada Allah SWT Dzat Yang Maha Tunggal,
bukan kepada bendanya.
KAYU
BERTUAH KHAS NUSANTARA
Indonesia, Negara dengan ribuan pulau-pulau dan
dengan jutaan varietas tumbuh-tumbuhan dan berbagai suku dan budaya, pastilah
memiliki suatu kepercayaan yang sifatnya turun temurun terhadap suatu tanaman
atau kayu bertuah. Semisal didaerah Jepara, terkenal dengan tiga kayu bertuah
khasnya, yaitu Stigi, Kalimosodo, dan Dewandaru. Atau disebagian daerah di Jawa
ada kepercayaan pohon Nagasari yang tumbuh diarea makam/petilasan para Awliya
atau tokoh masyarakat. Atau suatu pohon, tanaman yang diambil dari lokasi yang bernuansa
wingit, dapat mendatangkan benefit tertentu. Atau karena susah mendapatkannya bahkan
bisa juga karena memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki kayu lain.
Kayu bertuah sendiri memiliki definisi adalah suatu
kayu yang memancarkan suatu energy metafisika tersendiri untuk wasilah
tercapainya suatu hajat tertentu dari pemiliknya atau siapa yang meramunya. Kayu kayu tersebut memancarkan suatu
energi, nur atau cahaya. Energi yang memiliki frekuensi sangat tinggi dan
gelombang-gemombang molekul ion yang jika dipicu dengan doa dari jalur agama
maupun “amalan” dari jalur ilmu, frekuensinya menjadi lebih kuat dan tinggi dan
memancarkan aura yang lebih kuat.
Didalam
Kidung “Rumekso ing Wengi” Sunan Kalijaga disebutkan:
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Yang kurang lebih Artinya:
Semua senjata lenyap
Seperti kapuk jatuhnya besi
Semua racun menjadi hambar
Binatang buas jinak
Kayu Bertuah dan tanah angker
Seperti kapuk jatuhnya besi
Semua racun menjadi hambar
Binatang buas jinak
Kayu Bertuah dan tanah angker
Dari syair diatas, maka dapat disimpulkan bahwa di
tanah Nusantara ini telah dikenal kayu bertuah sejak zaman dahulu. Digunakan
sebagai senjata khusus atau sebagai pelengkap kekuatan dan tuah dari senjata atau
pusaka. Sebagaimana menurut sejarah kesultanan Demak, kayu nagasari digunakan
untuk gagang/tongkat dari Tombak Kyai Pleret milik Panembahan Senopati. Kayu
Timoho, Cendana, Gaharu hingga saat ini masih digunakan sebagai warongko dan
gagang dari keris dan tombak. Dan hingga saat ini banyak kayu bertuah dijadikan
sebagai tasbeh, japamala, bahkan sebagian aksesoris juga dibuat dari bahan kayu
bertuah, dengan tujuan mengharapkan berkah dan tuah dari kayu bertuah tersebut.
Demikian
sekilas ulasan kami tentang kayu bertuah, semoga dapat menambah wawasan kita tentang kayu bertuah.
Wallahu a’lam
bi muroodhih
Wabillahittaufiq